Putusan Praperadilan Kasus Ngateman: Permohonan Ditolak, Kerugian Rp 44 Juta Gagal Diganti

Dharmasraya | Pengadilan Negeri Pulau Punjung memutuskan untuk menolak permohonan Praperadilan yang diajukan oleh Ngateman, seorang petani di Timpeh, terkait gugatan ganti rugi materil dan imateril senilai Rp44.550.000. Kasus ini menjadi sorotan publik setelah Ngateman, yang sebelumnya dibebaskan dari dakwaan bermain judi oleh Mahkamah Agung (MA), mengajukan gugatan atas kerugian yang ia alami selama ditahan.

Putusan Pengadilan Negeri Pulau Punjung dengan nomor perkara Praperadilan No. 2/Pid.Pra/2024/PN.Plj menyatakan bahwa permohonan praperadilan tersebut ditolak karena diajukan melewati batas waktu yang ditentukan. Biaya perkara dibebankan kepada pemohon sebesar nol rupiah.

Kasus Bermula dari Tuduhan Bermain Judi.

Ngateman ditangkap pada 5 Mei 2024 atas tuduhan bermain judi dadu pada April 2023 di Timpeh. Jaksa Penuntut Umum (JPU) menjeratnya dengan Pasal 303 bis ayat (1) KUHP. Namun, dalam persidangan dengan nomor perkara 91/Pid.B/2023/PN.Plj, Majelis Hakim yang dipimpin oleh Iqbal Lazuardi, S.H. memutuskan bahwa Ngateman tidak terbukti bersalah dan membebaskannya dari segala tuntutan.

Putusan bebas ini diperkuat oleh Mahkamah Agung pada 13 Desember 2024 melalui perkara kasasi No. 1456, di mana majelis hakim MA menolak kasasi yang diajukan oleh JPU.

Ngateman Ajukan Gugatan Ganti Rugi.

Setelah bebas, Ngateman, yang merasa kehilangan mata pencarian dan martabat selama masa penahanan, mengajukan gugatan ganti rugi materil dan imateril senilai Rp44,55 juta pada 31 Oktober 2024. Kuasa hukum Ngateman, Sutan Dt. Rajo Indo, S.H., M.H., menjelaskan bahwa kliennya mengalami tekanan psikologis akibat stigma sebagai mantan narapidana.

“Ngateman membawa tiga saksi ke persidangan, yang semuanya menyatakan bahwa ia tidak pernah terlibat dalam perjudian seperti yang dituduhkan. Ia juga menyerahkan enam bukti surat, termasuk salinan putusan kasasi dari MA yang didapat pada 26 September 2024,” ucap Sutan Dt. Rajo Indo, S.H., M.H.,

Termohon Tidak Mengajukan Bukti Kunci

Dalam persidangan, pihak termohon dari Kepolisian dan Kejaksaan mengajukan sejumlah bukti dan saksi, namun tidak menyertakan releas pemberitahuan putusan MA dari Pengadilan Negeri Pulaupunjung, yang menjadi bukti penting dalam perkara ini.

Menurut pengacara Ngateman, releas pemberitahuan disampaikan kepada kantor Wali Nagari Tabek pada 10 Januari 2024 karena Ngateman tidak berada di tempat. Ngateman baru mengetahui fisik putusan kasasi pada 26 September 2024, setelah ia memintanya langsung ke Pengadilan Negeri Pulaupunjung.

Hakim: Permohonan Lewat Batas Waktu.

Hakim tunggal Fajar Puji Sembodo, S.H., dalam pertimbangan hukumnya, menyatakan bahwa pengajuan ganti rugi harus dilakukan dalam waktu tiga bulan setelah pemberitahuan putusan. Karena pemberitahuan disampaikan pada 10 Januari 2024, sementara gugatan baru diajukan pada 31 Oktober 2024, permohonan tersebut dianggap melewati batas waktu yang ditentukan.

“Meskipun hukum diakui, fakta dan bukti adalah penentu utama. Sayangnya, tidak ada bukti atau saksi yang menunjukkan bahwa pemberitahuan putusan MA diterima lebih lambat dari 10 Januari 2024,” ujar hakim dalam putusannya.

Rasa Keadilan yang Terluka.

Ngateman dan kuasa hukumnya mengaku kecewa atas putusan ini. “Klien kami, seorang petani yang buta huruf, harus kehilangan mata pencarian dan dihina secara sosial akibat penahanan yang tidak sah. Namun, perjuangan mendapatkan keadilan gagal karena prosedur yang dianggap tidak terpenuhi,” ujar Sutan Dt. Rajo Indo.

Kasus ini menjadi pengingat penting tentang pentingnya keadilan prosedural dan akses yang setara terhadap hukum bagi seluruh warga negara, sebagaimana dijamin dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *