Dharmasraya | Warga Jorong Lubuk Labu dan Jorong Sungai Limau, Nagari Banai, Kecamatan Sembilan Koto, Kabupaten Dharmasraya, hidup di tengah ironi yang memilukan. Meski terdaftar sebagai warga negara sah dan rutin membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), mereka seperti terabaikan oleh pemerintah daerah. Kondisi jalan menuju kedua jorong tersebut rusak parah dan makin tak layak dilewati, terutama saat musim hujan.“Kami Seperti Terisolasi”
Beni, salah seorang warga Lubuk Labu, menceritakan bahwa lumpur yang dalam membuat akses ke jorong mereka semakin mustahil saat hujan turun. “Kondisi kami di sini sangat miris. Ketika musim hujan, jalan berubah jadi kubangan. Tidak ada jalan alternatif lain. Kami hanya bisa pasrah,” ungkapnya.
Kehidupan masyarakat dua jorong ini sebagian besar bergantung pada hasil perkebunan karet dan kelapa sawit. Namun, tanpa akses jalan yang memadai, perekonomian mereka nyaris lumpuh. Hasil panen harus dijual ke pusat pemerintahan nagari untuk ditukar dengan beras dan kebutuhan pokok lainnya, mengingat mereka tidak memiliki sawah untuk menghasilkan padi.
“Semua kebutuhan pokok kami harus didatangkan dari luar. Kami jual karet dan sawit ke Banai, lalu uangnya kami pakai untuk beli beras dan sembako,” kata Rahmad, seorang warga Sungai Limau.
Tanpa Jalan, Tanpa Sinyal
Selain persoalan jalan, kedua jorong ini juga masuk ke dalam zona blankspot, yang memperparah keterbatasan mereka. Warga sulit mengakses informasi, apalagi jika terjadi keadaan darurat. “Ketiadaan sinyal ini jadi masalah besar. Ketika ada hal mendesak, kami tidak bisa meminta bantuan dengan cepat,” jelas Irmandes, Wali Nagari Banai.
Ia menambahkan, masyarakat dua jorong ini sudah bertahun-tahun berharap adanya perhatian pemerintah, khususnya pembangunan jalan yang layak. “Masyarakat kami hanya ingin akses yang layak, seperti daerah lain di Dharmasraya. Kami sudah terlalu lama terpinggirkan,” tegasnya.
Mimpi Akan Perubahan
Warga Jorong Lubuk Labu dan Sungai Limau kini hanya bisa berharap janji pembangunan infrastruktur yang layak tidak lagi menjadi sekadar wacana. Jalan yang memadai bukan hanya soal kenyamanan, tapi juga soal kelangsungan hidup mereka – dari ekonomi, pendidikan, hingga kesehatan. Apakah pemerintah akan terus menutup mata, atau akhirnya menaruh perhatian pada suara rakyat kecil di pelosok Nagari Banai? Waktu yang akan menjawab.