TANAH DATAR | Kepedulian publik terhadap bencana kerap hadir dalam banyak bentuk, namun kehadiran fisik seorang tokoh di tengah masyarakat yang sedang berjuang bangkit selalu memiliki arti yang berbeda. Hal itu pula yang tampak dari langkah cepat Anggota DPR RI Fraksi NasDem, M. Shadiq Pasadigoe, ketika banjir dan galodo melanda wilayah Sumatera Barat, termasuk Tanah Datar, pada Selasa, 10 Desember 2025.
Sejak hari pertama musibah menerjang, Shadiq memilih untuk tidak menunggu laporan masuk ke meja kerjanya. Ia langsung bergerak menyusuri sejumlah titik terdampak, melihat dengan mata kepala sendiri kondisi warga, kerusakan lingkungan, dan kebutuhan mendesak yang harus segera dipenuhi.
Pergerakan cepat itu bukan sekadar respons spontan, tetapi langkah terukur untuk memastikan bahwa proses pemulihan berjalan dengan cara yang paling efektif. Ia mengerahkan alat berat/eskavator ke beberapa wilayah yang tertimbun lumpur, material kayu, dan bebatuan akibat galodo, terutama pada area pemukiman yang aksesnya terputus.
Kehadiran alat berat tersebut langsung dirasakan dampaknya. Jalan-jalan kecil yang sebelumnya tidak dapat dilalui, kembali terbuka. Saluran air yang tersumbat material banjir mulai berfungsi, dan pemukiman yang tertutup lumpur tebal perlahan mulai dibersihkan. Proses penanganan yang biasanya memakan waktu berhari-hari, kini mulai bergerak dengan ritme yang lebih cepat.
“Dalam situasi darurat seperti ini, warga tidak boleh menunggu. Kita harus hadir, bergerak cepat, dan memastikan akses pemulihan terbuka seluas mungkin,” ujar Shadiq saat meninjau lokasi pembersihan. Pernyataan itu menggambarkan bahwa baginya, kepedulian tidak boleh lahir dari jarak yang jauh.
Shadiq juga menegaskan bahwa apa yang ia lakukan bukan hanya bagian dari mandat politik sebagai anggota DPR, tetapi bentuk keprihatinan yang lahir dari kedekatannya dengan masyarakat dan daerah asalnya. “Ini bukan soal jabatan. Ini soal kemanusiaan. Saya akan terus bersama warga selama mereka membutuhkan,” tegasnya.
Warga di sejumlah nagari terdampak menyampaikan rasa terima kasih mereka. Dalam kondisi kelelahan dan kehilangan, melihat alat berat bekerja di depan mata menjadi harapan baru bagi mereka untuk bangkit lebih cepat. Banyak dari mereka mengaku tidak memiliki kemampuan untuk membersihkan material banjir secara mandiri.
Selain menghadirkan dukungan teknis, Shadiq melakukan koordinasi intensif dengan pemerintah daerah, relawan, serta berbagai unsur sosial lainnya. Tujuannya jelas: memastikan bahwa jalur penanganan bencana tidak terhambat birokrasi dan pemulihan dapat berjalan berlapis—mulai dari pembersihan lingkungan hingga pemulihan akses ekonomi masyarakat.
Koordinasi ini menjadi penting mengingat dampak bencana tidak hanya menyentuh aspek fisik, tetapi juga aktivitas sosial, ekonomi, dan psikologis warga. Shadiq menekankan bahwa upaya pemulihan harus dikerjakan bersama, bukan oleh satu pihak saja. “Sinergi inilah yang mempercepat proses bangkitnya masyarakat,” ujarnya.
Setiap titik yang dikunjunginya memperlihatkan realitas yang sama: warga yang bertahan, relawan yang bekerja tanpa lelah, dan harapan yang perlahan tumbuh. Dalam dinamika itu, kehadiran tokoh daerah seperti Shadiq memberikan motivasi tambahan bagi warga untuk terus melangkah melewati masa sulit.
Dengan kolaborasi yang semakin terbangun, proses pemulihan pascabencana diharapkan berlangsung lebih cepat, lebih terarah, dan lebih merata. Warga menaruh asa besar agar dukungan ini terus berlanjut hingga seluruh nagari kembali pulih dari luka bencana.
Catatan Redaksi:
Naskah ini memotret respon cepat dan langkah konkret seorang tokoh daerah dalam penanganan pascabencana, sebagai bagian dari informasi publik dan edukasi kebencanaan.
A. Rofiq






