Ketua BPRN Gurun Ingatkan Pentingnya Jaga Kamtibmas, Adat Harus Beradat

Berita30 Dilihat

JNS, PADANG TARAB, TANAH DATAR | Pernyataan tegas disampaikan Ketua Badan Permusyawaratan Rakyat Nagari (BPRN) Gurun, Irwan Dt. Paduko Boso, pada 12 Desember 2025, terkait situasi sosial masyarakat yang mulai terusik oleh isu, manuver, dan propaganda yang dinilai berpotensi mengganggu keamanan serta merusak marwah adat nagari. Sebagai mantan anggota Kepolisian Republik Indonesia, Irwan menegaskan bahwa menjaga ketertiban adalah tugas moral seluruh unsur nagari—terlebih di tengah kondisi bencana alam dan persiapan Alek Panghulu Nagari Gurun.

Ia mengingatkan semua pihak, termasuk Wilmar Dt. Simarajo, agar tidak mengeluarkan pernyataan atau tindakan yang bisa menambah kegaduhan. Menurutnya, nagari membutuhkan suasana tenang, bukan narasi yang memecah belah.

“Dalam kondisi seperti kini, nagari butuh ketenangan, kebijaksanaan, dan tanggung jawab moral—bukan kegaduhan,” ujarnya menegaskan.

Irwan menekankan bahwa pemeriksaan terhadap Wali Nagari oleh Kejaksaan adalah ranah aparat penegak hukum, bukan materi untuk memantik konflik atau membenturkan lembaga nagari seperti KAN dan BPRN. Semua pihak diminta menempatkan persoalan hukum tetap pada jalurnya.

“Masalah hukum adalah urusan Kejaksaan. Jangan dipindahkan ke ranah konflik sosial atau adat. Lembaga nagari bukan alat pertarungan opini,” tegasnya.

Selain itu, Irwan mengingatkan bahwa siapa pun yang berbicara atas nama adat harus memahami nilai dan laku adat itu sendiri. Bicara adat, menurutnya, tidak bisa dilakukan tanpa berperilaku sesuai adat.

“Bicara adat harus beradat. Jangan basarawa kotok mau bicara adat, tapi perangai dan perbuatan melanggar adat,” jelas Irwan. Ia menyebut adat Minangkabau mengajarkan bajalan luruih, bakato luruih, tahu suasana, serta menjunjung musyawarah dan marwah nagari.

Dari kubu niniak mamak, Panghulu Suku Pitopang, Dt. Rajo Nan Tinggi, turut angkat bicara. Ia menyatakan keberatan namanya dipakai-pakai dalam isu yang beredar, dan menilai tindakan tersebut tidak sesuai nilai adat yang menuntut kehormatan, kejelasan, dan tanggung jawab.

“Nama ambo dicatut tanpa izin. Urusan kampuang bialah disalasaikan jo urang kampuang. Panghulu ko mampajaniah, bukan mambuek karuah,” tegasnya. Ia menambahkan bahwa panghulu bertugas menyejukkan suasana, bukan memperkeruh keadaan.

Irwan juga menyampaikan bahwa setiap tindakan yang menciptakan kegaduhan—baik yang dilakukan pelaku langsung maupun pihak yang membiayai dan mengarahkan—termasuk pelanggaran hukum dan adat. Ia menyebutkan beberapa landasan hukum yang bisa diterapkan terhadap provokator.

Di antaranya, Pasal 170 KUHP tentang perbuatan bersama yang menimbulkan kekerasan atau kerusuhan, Pasal 160 KUHP mengenai hasutan, Pasal 14 dan 15 UU No. 1 Tahun 1946 terkait berita bohong yang dapat menimbulkan keonaran, serta UU ITE dan UU Polri yang mengatur penindakan penyebaran informasi provokatif.

“Jika terjadi hal-hal tidak baik akibat propaganda, adu domba, atau pendanaan keributan, saya tidak segan-segan melaporkan ke aparat—termasuk pihak yang membiayai dan menggerakkan,” tegas Irwan.

BPRN, lanjutnya, tetap mengedepankan musyawarah dan upaya penyelesaian secara adat. Namun bila peringatan ini diabaikan, langkah hukum akan ditempuh demi menjaga ketertiban nagari.

“Adat dijunjung, hukum negara dipatuhi. Nagari bukan tempat uji nyali atau propaganda,” tutup Irwan Dt. Paduko Boso.

Catatan Redaksi: Tulisan ini disusun untuk memberikan gambaran utuh mengenai sikap resmi BPRN Gurun dan elemen adat terkait dinamika yang berkembang di Nagari Gurun.

A. Rofiq

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *